ANIMAL, HALUAN ACEH– Sebelum migrasi dipahami, orang-orang Eropa berjuang untuk menjelaskan hilangnya burung-burung tahunan secara tiba-tiba.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Selama berabad-abad, mereka tidak benar-benar tahu ke mana para burung pergi selama musim dingin. Teori utamanya, yang sudah ada sejak zaman Aristoteles dan Yunani kuno, adalah bahwa burung berhibernasi selama musim dingin.

Teori-teori aneh pun juga mulai bermunculan, seperti teori ilmuwan asal Inggris abad ke-17 bernama Charles Morton, yang percaya bahwa burung-burung terbang ke bulan selama musim dingin, mereka terbang selama 60 hari dengan kecepatan 201 kilometer per jam. Teori aneh lainnya, mereka menyatakan bahwa burung-burung yang hilang ini berubah menjadi jenis burung lain atau hewan lain, atau berhibernasi di bawah air selama musim dingin.

Namun kemudian sebuah penjelasan ‘jatuh dari langit’. Pada tahun 1822, di dekat desa Klütz, Jerman, seekor Bangau Putih (Ciconia ciconia) terlihat berkeliaran dengan anak panah sepanjang 76 cm yang menembus lehernya.

Anak panah itu ternyata terbuat dari kayu Afrika, yang mengonfirmasi bahwa bangau itu berhasil terbang atau bermigrasi sejauh 3.200 kilometer (2.000 mil) ke Afrika saat musim dingin sebelum melakukan perjalanan pulang yang sangat jauh ke Jerman.

Bangau lain dengan anak panah yang menembus tubuhnya juga telah ditemukan, yang oleh orang Jerman kemudian disebut “Pfeilstorch” atau “bangau panah”.

Berkat kehadiran para Pfeilstorch ini, terjawab sudah mengapa para burung menghilang saat musim dingin. Sejumlah burung lain di Eropa dengan anak panah yang tertancap di tubuh mereka juga terdokumentasikan, diantaranya seperti burung elang, angsa, dan eider dengan anak panah suku Inuit. Sejak tahun 1969, penampakan burung dengan anak panah yang tertancap mulai menurun, karena semakin maraknya produksi senjata api.(***)

 

Sumber : IFL Science.